BERMULA DARI MUSHOLLA SEDERHANA
Pondok Pesantren Tahfidhil Qur'an Sirojul 'Ulum Semanding Tertek Pare Kediri
AWALNYA BANGUNAN PESANTREN INI HANYA BERUPA MUSHOLLA YANG BERUKURAN KURANG
LEBIH 7 X 7 METER. NAMUN SIAPA SANGKA DENGAN IZIN ALLAH,TERNYATA MUSOLLA
SEDERHANA INI MENJELMA MENJADI PESANTREN TAHFIDHIL QUR’AN YANG MEMILIKI
SANTRI DARI BERBAGAI DAERAH DI SELURUH
INDONESIA BAHKAN ADA YANG BERASAL DARI NEGERI JIRAN MALAYSIA.
Sahut-sahutan suara bacaan al Qur’an mengiringi munculnya cahaya mentari
pagi itu. Ditemani udara yang sejuk di kawasan Pare, Kediri, para santri Pondok
Pesantren Tahfidhil Qur’an Sirojul Ulum berbaris dalam beberapa majlis untuk
melancarkan hafalan Al Qur’an mereka. Di hadapan mereka, tampak seorang
pembimbing yang sesekali mengarahkan bacaan mereka agar sesuai dengan tajwid
dan makhorijul huruf dari ayat yang dibaca.Meski sudah bangun sebelum adzan
subuh berkumandang, mereka tak terlihat sedang menahan kantuk. Justru suara
mereka terdengar cukup lantang dan penuh semangat. Sehingga siapapun yang
melewati jalan di depan pesantren akan mendengar lantunan ayat-ayat suci Al
Qur’an.
Setelah
proses pengajian itu selesai, para santri itu segera melanjutkan aktivitas
mereka. Yaitu mandi, dan bersiap menuju sekolahnya masing-masing (RA Kusuma
Mulai,MI Sirojul Ulum, MTs Sunan Ampel, dan MA Sunan Ampel, serta pengajian kitab
bagi yang tidak sekolah formal). Kemudian dilanjutkan dengan sekolah diniyah
(MAQSU) dimulai jam 13.30 – 16.00.
Riwayat Pesantren.
Jika
dilihat dari aspek historis, berdirinya Ponpes Tahfidhil Qur’an Sirojul Ulum ini bermula
dari musholla kecil yang dimiliki oleh H.Abdul Wahhab. Beliau bukan seorang
alim atau pandai dalam ilmu agama, namun beliau sangat mencintai alim ulama'
dan mempunyai cita-cita yang tinggi untuk perkembangan ilmu agama. Untuk
mewujudkan cita-citanya itu, beliau mencari seorang menantu yang dapat mengerti
atau memahami ilmu agama dan mampu memimpin, mengurusi, serta mengisi musholla
yang telah dibangunnya itu dengan ilmu-ilmunya.
Akhirnya Allah SWT.
Mengabulkan cita-cita H. Abdul Wahhab. Beliau mendapatkan seorang menantu yang
diharapkan dapat mewujudkan cita- citanya. Menantu itu bernama Kiai Abdul Kohar
yang dinikahkan dengan putri beliau yang bernama Nyai Juyyinah. Namun
cobaan yang dilalui H. Abdul Wahhab untuk mensyiarkan agama Allah begitu berat.
Setelah Nyai Juyinah dikaruniai dua putra, Kiai Abdul Kohar meninggal dunia.
Usaha H. Abdul Wahab tidak berhenti sampai disitu. Nyai Juyyinah
dinikahkan kembali dengan seorang yang diharapkan mampu memperjuangkan
cita-cita beliau, dia adalah H. Sholihan. Namun bahtera kehidupan rumah tangga
Nyai Juyyinah yang kedua ini tidak jauh beda dengan yang pertama. Setelah
dikaruniai dua orang putera, Nyai Juyyinah harus menjanda yang kedua kalinya
karena sang suami dipanggil oleh Allah untuk selama-lamanya.
Karena Musholla masih
belum ada yang mengisi, maka H. Abdul Wahab tidak putus asa dengan kejadian-
kejadian yang telah lampau. Beliau menikahkan Nyai Juyyinah untuk yang
ketiga kalinya. Pada pernikahan yang ketiga kalinya ini Nyai Juyyinah
mendapatkan jodoh seorang duda dengan dua anak, yaitu H. Usman. Cerita
kehidupan Nyai Juyyinah ternyata tidak beda dengan rumah tangga yang telah
dilaluinya. Setelah mendapatkan dua orang putra, beliau harus menjanda yang
ketiga kalinya karena sang suami di panggil oleh Allah SWT.
Dari ketiga pernikahan
itu, yang meneruskan estafet perjuangan agama Islam di Semanding adalah
keturunan dari H.Sholihin yang perkembangannya menjadi pondok pesantren sampai
sekarang ini. Beliau mempunyai dua orang putri, yaitu Sulinah dan Sabi'um. Nyai
Sulinah dinikahkan dengan KH. Abdullah Anshori yang kemudian dikenal sebagai
Pendiri Pondok pesantren periode pertama sekitar tahun 1904. Dari pernikahan
KH. Abdulloh Anshori dengan Nyai Sulinah yang kemudian mempunyai putri yang
bernama Nyai Siti Asiyah (wafat tahun 2009) --dimakamkan di komplek pemakaman
keluarga Pondok Pesantren Sirojul Ulum--. Nyai Siti Asiyah dinikahi oleh KH.
Abdul Syukur yang dikemudian hari mempunyai beberapa putra dan putri, yang
salah satunya bernama Nyai Muzdalifah istri dari Hadhrotus Syaikh KH. Muhsin
Isman --Pengasuh Pondok Pesantren Tahfidhil Qur'an Sirojul Ulum sekarang ini.
Perkembangan Pesantren.
Pada awal berdirinya,
pondok pesantren ini berkonsentrasi pada pendalaman kitab-kitab salaf. Namun
ketika kepemimpinan pondok pesantren dipegang oleh KH Muhsin Isman, terjadi
penambahan materi pendidikan, yaitu program tahafudhul Qur'an yang menjadi
bidang keahlian dari KH. Muhsin Isman. Program ini secara tidak langsung
berpengaruh pada nama pesantren yang mendapat tambahan “TAHFIDHIL QUR'AN” yang
menunjukkan bahwa pondok ini berkonsentrasi pada bidang menghafal al Qur'an,
sehingga nama pondok yang dahulu Pondok Pesantren Sirojul 'Ulum berubah menjadi
Pondok Pesantren Tahfidhil Qur'an Sirojul 'Ulum.
Penambahan materi ini
dimulai sejak KH. Muhsin Isman menempati rumah baru yang terletak di samping
rumah mertuanya. Dan juga atas usulan para Kiai sepuh diantaranya KH. Imam
Thoha dari desa Sukorejo Plemahan Kediri sekitar tahun 1984, tujuannya untuk
melestarikan al Qur'an dan mencetak para penghafal al Qur'an (huffadh) yang
mempunyai wawasan keagamaan yang mumpuni dan sifat amanah dalam mengembangkan
serta melestarikan al Qur'an di kalangan masyarakat. Perpindahan beliau ini
diikuti oleh 14 santri putra dan putri. Semua tinggal dalam satu rumah dengan
Kiai. Pada mulanya dengan nama dan program ini pondok pesantren terkhusus bagi
santri yang menghafal al Qur'an, namun dikemudian hari nama tahfidhil Qur'an
tidak hanya khusus bagi santri tahfidh saja, karena dalam perkembangannya
pondok pesantren juga mendirikan madrasah diniyah salafiyah yang diberi nama
Madrasatul Qur'an Sirojul 'Ulum atau lebih dikenal dengan istilah MAQSU.
Sebelum berdiri madarasah tersebut, sebenarnya sudah ada pengajian kitab-kitab
klasik/kitab kuning yang manggunakan sistem bandongan atau sorogan dikarenakan
jumlah santri yang belum terlalu banyak.
Dalam menyikapi
perkembangan zaman serta atas usulan dari wali santri dan alumni agar santri
pondok pesantren tidak hanya menguasai ilmu keagamaan saja, namun juga dituntut
untuk bisa menguasai ilmu pengetahuan yang bersifat umum. Maka pada tahun 1989
didirikan Roudlotul Athfal (RA) Sirojul Ulum dan selanjutnya untuk melanjutkan
jenjang pendidikan pada tahun 1991 didirikan Madrasah Ibtida'iyah (MI) Sirojul
'Ulum. Seiring dengan adanya berbagai lembaga yang telah berdiri dan belum ada
wadah organisasi yang menyatukan, maka berdirilah Yayasan Pendidikan Islam
(YPI) Sunan Ampel pada tahun 1997 bersamaan dengan berdirinya Madrasah
Tsanawiyah (MTs) Sunan Ampel yang telah berhasil meluluskan siswa pertamanya
pada tahun 2000. Pada tahun yang sama didirikan Madarasah Aliyah (MA) Sunan
Ampel guna untuk menampung siswa/siswi lulusan MTs, yang pada saat itu
hanya membuka jurusan ilmu pengetahuan sosial. Hingga saat ini Madrasal Aliyah
telah membuka tiga jurusan yaitu ilmu pengetahuan alam (IPA), ilmu pengetahuan
sosial (IPS) dan jurusan agama (Ag). Sedangkan jumlah santri Pondok Pesantren
Tahfidhil Qur'an Sirojul 'Ulum hingga saat ini sekitar 500 santri, jumlah
alumni putra sekitar 795, alumni putri sekitar 784 dan alumni huffadh sekitar
152 yang berasal dari berbagai daerah di seluruh Indonesia bahkan ada
yang berasal dari Negeri Jiran Malaysia.(Qonik Atuzzahrok, NPM 11.1.01.07.0125 P).